Pages

Friday, August 31, 2018

Menyambut Semesta Pendekar Sableng

loading...

WIRO Sableng ibarat film Marvel Cinematic Universe (MCU) dengan kearifan lokal. Diangkat dari cerita silat Indonesia, dibuat dengan bujet besar, menampilkan kemampuan CGI buatan artis dalam negeri, dan dikemas untuk menghibur penonton massal. Bisa dibilang, sineas dan tim kreatif terbaik yang dimiliki industri perfilman Indonesia berkumpul di sini.

Ada produser Sheila “Lala” Timothy yang identik dengan film bercerita unik seperti Pintu Terlarang, Tabula Rasa, dan film dokumenter Banda: The Dark Forgotten Trail.  Ada juga Adrianto Sinaga sebagai desainer produksi yang pernah masuk nomine FFI untuk Tata Artistik Terbaik dalam film Eliana, Eliana dan AADC. Juga ada Chris Lie, komikus dan ilustrator komik pendiri Caravan Studio yang pernah mengerjakan komik-komik Marvel.

Dari tangannya, lahir simbol 212 versi baru yang unik. Bersamanya juga ada 93 artis visual effects (VFX) asli Indonesia yang diambil di lebih dari 10 studio VFX. Bahkan, desainer Tex Saverio yang baju rancangannya pernah dipakai Lady Gaga dan Kim Kardashian pun ikut merancang pakaian seberat 10 kg untuk dikenakan ka rak ter Bida dari Angin Timur. Hasilnya, sebuah standar baru dalam film laga Indonesia.

Semua bisa dilihat bahkan sejak film mulai bercerita. Dengan tampilan bulan merah raksasa layaknya superbloodmoon, penonton langsung diperkenalkan dengan dua karakter terpenting film ini; Wiro cilik (Abirama Putra Andresta, saat dewasa diperankan Vino Bastian) dan sang antagonis Mahesa Birawa (Yayan Ruhian).

Seperti cerita-cerita klasik dalam dunia persilatan, orang tua Wiro dibunuh Mahesa saat dirinya masih bocah ingusan. Wiro juga nyaris tewas di tangan Mahesa kalau saja dia tak diselamatkan oleh Sinto Gendeng (Ruth Marini).

Digembleng selama 17 tahun di Gunung Gede, Wiro dewasa tumbuh jadi ahli bela diri bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Sebagai pejuang di jalur kebenaran, tugas pertamanya saat turun gunung adalah menumbangkan Mahesa.

Supaya cerita tambah seru, dalam perjalanan mencari Mahesa, Wiro bertemu dengan pendekar Anggini (Sherina) dan Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarizi). Bersamaan dengan itu, mereka bertiga juga terlibat dalam konspirasi perebutan takhta kerajaan.

Sebagai film yang diproduksi untuk tontonan massal, skenario yang dibuat trio Lala, Tumpal, dan Seno dibuat seringan mungkin, bisa diikuti tanpa harus berpikir keras. Meski begitu, cerita tak terasa dangkal karena dialogdialog yang tercipta cukup bernas, kadang-kadang malah jahil karena mengikuti karakter slengean Wiro, Sinto, Bujang Gila, dan Dewa Tuak.

Keempat tokoh inilah yang mendapat tugas untuk menciptakan efek komedi dalam film, dan mereka sukses menjalankan tugas tersebut. Bumburomansa juga ikut andil dalam memberikan guyonan kepada penonton.

Ada tiga perempuan yang ada di dekat Wiro. Mulai dari Anggini yang sedari awal sudah dijodohkan dengan Wiro, Bidadari Angin Timur (Marsha Timothy) yang misterius, dan putri raja Rara Murni (Aghniny Harque) yang selalu digoda Wiro dengan aksi konyolnya.

Keberhasilan menciptakan dialog yang lugas, tak kaku, dan lucu, sebenarnya terbantu karena Bastian Tito sebagai penulis asli Wiro Sableng sudah luwes saat menulis dialogdialog dalam bukunya.

Keluwesan inilah yang dijaga oleh para penulis skenario saat mengangkatnya ke dalam format film layar lebar. Sama dengan kesetiaan film ini dalam membentuk karakter Wiro yang kelihatannya konyol, tapi sebenarnya cerdas dan banyak akal, serta penuh pesona, seperti yang tergambar dalam bukunya.

Let's block ads! (Why?)

from SINDOnews | Lifestyle, Musik, Film, Kesehatan, dan Travel kalo berita kurang lengkap atau terpotong buka link disamping https://ift.tt/2wvp2yh

No comments:

Post a Comment